Prabowo Subianto sejalan lagi menjadi presiden RI. Dia sudah ditetapkan oleh KPU menjadi presiden 2024-2029 terpilih pada Rabu (23/4) kemarin.
Sebelum penetapan tersebut, Prabowo pernah mengibaratkan pergantian kekuasaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) bak menerima ‘tongkat estafet’. Prabowo, sebagai presiden terpilih 2024-2029 menjanjikan transisi pemerintahan yang mulus.
“Jadi Insya Allah bisa dikatakan sebenarnya tidak ada masa transisi yang kaku. Tapi saya ibaratkan pemberian tongkat estafet kepada kita,” imbuh Prabowo saat buka puasa bersama di Kantor DPP PAN, Jakarta, beberapa waktu silam.
Prabowo bahkan menyebut Jokowi berperan besar dalam memimpin kabinet untuk memahami persoalan bangsa, seperti energi, pangan, hilirisasi, penanggulangan kemiskinan, dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Ia mengaku kini telah memahami betul permasalahan yang terjadi di Indonesia.
Pada kesempatan lain, Jokowi pun mengaku siap mendukung penuh proses transisi Kabinet Indonesia Maju ke pemerintahan selanjutnya. Ia pun segera menyiapkan proses transisi tersebut.
“Pemerintah mendukung proses transisi dari pemerintahan sekarang ke nanti pemerintahan baru. Akan kita siapkan karena sekarang MK sudah, tinggal nanti penetapan oleh KPU besok,” tutur Jokowi di SMKN 1 Rangas, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Selasa (23/4).
Namun, sejumlah pihak menilai tak perlu sampai dibentuk tim transisi ke pemerintahan baru. Salah satunya datang dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
“Saya kira pemerintahan Pak Prabowo itu melanjutkan pemerintahan Pak Jokowi, tentu tidak perlu lagi ada transisi,” kata Ma’ruf di Bandung, Rabu (24/4), dilansir dari Antara.
Ia menuturkan Prabowo yang saat ini masih menjabat menteri pertahanan juga sering menghadiri rapat kabinet bersama Jokowi. Oleh karena itu, Ma’ruf menganggap tak perlu ada tim transisi.
“Artinya, perpindahannya itu secara otomatis di beberapa sidang kabinet kebetulan Pak Prabowo ikut sehingga menurut saya tidak perlu ada tim transisi,” lanjutnya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pun berpendapat sama. Ia menilai tim transisi dari pemerintahan Jokowi ke Prabowo tak perlu dibentuk karena merupakan keberlanjutan dari pemerintahan hari ini.
Menurutnya, pemerintahan baru nanti tak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dan menyebut perpindahan akan berlangsung dengan sangat lancar.
Lantas, sebenarnya perlukah Jokowi dan Prabowo menyiapkan proses transisi kebijakan ekonomi untuk pemerintahan selanjutnya?
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat proses transisi ke pemerintahan selanjutnya adalah hal yang diperlukan. Pasalnya, Prabowo memiliki program yang sifatnya baru dan belum pernah ada di pemerintahan lama atau sebelumnya.
Maka itu, kata dia, transisi pemerintahan baru diperlukan untuk memastikan bahwa beberapa program baru bisa terakomodir, terutama dalam penyusunan anggaran yang akan mulai disusun pada Mei 2024 dan akan berlanjut sampai dibentuknya nota keuangan di Agustus 2025 mendatang.
Selain itu, transisi juga perlu dimanfaatkan oleh pemerintahan baru dalam menyusun sebuah analisis biaya dan manfaat terkait program yang ditawarkan nanti.
“Misalnya, salah satu program andalan dari pemerintahan baru adalah makan siang gratis, dan untuk pemenuhan anggaran program ini salah satu langkah yang ditempuh dengan cara melakukan realokasi anggaran,” kata Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/4).
Maka, lanjut dia, studi yang dilakukan pemerintahan baru perlu melihat apakah realokasi anggaran yang akan diambil dari pemangkasan beberapa pos itu punya manfaat lebih besar dibandingkan dengan yang dipotong.
“Misalnya salah satu program yang diwacanakan akan direalokasi adalah program bantuan operasional sekolah (BOS),” ujarnya.
Disebutkan di beberapa studi bahwa program ini sebenarnya memiliki beberapa manfaat. Terutama, untuk mencapai output pendidikan. Salah satu manfaat; untuk menyetarakan pendidikan Jawa dan luar Jawa.
Maka, lanjut Yusuf, ketika program ini akan direalokasi perlu dihitung apakah kemudian kebijakan tersebut tidak akan menurunkan manfaat BOS, terutama dalam jangka pendek.
“Dan apabila ternyata memang akan mempengaruhi manfaat BOS, maka perlu dipastikan bahwa manfaat yang akan diterima dari program aplikasi yang gratis itu lebih besar dibandingkan program BOS itu sendiri,” imbuh dia.
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan di semua program yang berpotensi akan direalokasi dananya untuk proyek baru oleh pemerintah baru nanti.